“nikah yuk.”
tags: nsfw
“chandra....”
tanpa mengindahkan panggilanku, ia buru buru melepas jaket kulitnya. lalu dengan sigap memakaikannya di tubuhku yang sudah basah karena air hujan.
“tempat tinggal baruku gak jauh dari sini. kita kesana aja buat keringin baju kakak.”
belum sempat menjawab, chandra menarik tubuhku ke dalam rangkulannya. memastikan kami tak terkena air hujan yang semakin deras. lalu berjalan menuju mobilnya dengan bergegas.
cakrawala menggelap seiring bertambahnya volume air yang turun dari langit. hawa dingin hujan ditambah hembusan angin dari ac mobil chandra mulai menusuk permukaan kulit yang membuatku menggigil. tanpa kata maupun nada dari tape semakin membuat atmosfer diantara kami semakin membeku.
kualihkan pandangan pada kaca samping, menonton gedung tinggi yang kami lewati sepanjang perjalanan. entah ini hanya perasaanku saja atau memang mobil yang chandra kemudikan terasa sangat lambat. terhitung sudah 10 menit kami belum juga sampai tempat tinggal chandra yang katanya dekat dari tempat pertemuan kami.
aku sendiri tak punya berani untuk sekedar bertanya berapa lama lagi waktu untuk sampai ke tempat chandra.
hari hari yang penuh lelah karena tuntutan pekerjaan akhirnya berhasil aku lalui lagi. pagi ini aku sudah siap dengan tas berisi minum, kamera analogku dan beberapa roll film. sudah menjadi rutinitasku di hari sabtu untuk mengunjungi beberapa tempat yang dulu sering kami datangi. dengan detik yang terus bergulir, hari yang selalu berganti, beberapa tempat sudah terlihat perbedaannya.
setiap insan pasti punya cita cita, harapan, keinginan, atau mimpi. tak terkecuali dengan ares. hidupnya berkecukupan, hobi bermusiknya bisa hasilkan uang meski penuh tuntutan. jika dilihat dari kecamata orang lain pasti hidup ares terlihat menyenangkan. tapi tidak bagi lelaki itu sendiri. karena ares selalu berpikir bahwa chris adalah yang hidupnya paling beruntung. dikelilingi orang yang selalu mendukungnya, pekerjaan di perusahaan besar, terlebih lagi chris dicintai alea yang juga cinta pertama ares.
perasaan itu tak serta merta membuat hubungan ares dan chris menjadi renggang. karena chris adalah satu satunya teman yang ia punya. walaupun tetap dalam hati kecil ares ada rasa iri terhadap sahabatnya itu. dan saat ini keinginan yang selalu lelaki itu gadang gadangkan, akhirnya dikabulkan semesta. 'apakah aku bahagia?' pertanyaan barusan sering hinggap dalam benaknya. meski semua yang ia mau tercapai, ares ragu. apa benar ini adalah yang ia cari? dalam bayangannya dulu, sangat jauh berbeda dengan yang ia rasakan saat ini. hidup memang konyol, pikir ares.
langkah lelaki itu terhenti saat sampai pada gundukan tanah berumput yang bagian ujungnya tertancap sebuah nisan bertuliskan nama sahabatnya. ares merendahkan tubuhnya, berjongkok di sebelah tempat peristirahatan terakhir teman terdekatnya beberapa tahun terakhir.
ares menatap lekat ukiran nama pada nisan. meski itu adalah hal yang ia lihat tiap pagi sebelum memulai aktivitas utamanya sebagai pekerja kantoran dengan segudang tuntutan dari atasan, lelaki itu tak pernah bosan memandangi ukiran nama chris. karena dengan melihatnya membuat ares merasakan kembali saat dimana chris masih berdiri di bumi ini.
“chris, ini gue, ares.” tentu saja panggilan ares hanya hasilkan hening.
“semoga lo ga bosen gue samperin lo tiap pagi.”
“oke, gue bacain sekarang ya suratnya.”
lelaki itu mengambil secarik kertas pemberian alea pagi tadi dari sakunya. ares mulai membaca kata per kata, baris demi baris. namun ia terhenti sebentar saat hendak membaca baris terakhir dari tulisan tangan gadisnya, atau lebih tepatnya gadis mereka -ares dan chris-, alea.
“semangat kerjanya, chris. dari pacarmu tersayang, alea.”
sudah kebiasaan alea menulisakan surat untuk chris sebelum pergi ke kantor. sampai saat ini pun tak pernah gadis itu melewatkan barang satu hari untuk menulis surat untuk kekasihnya.
“alea kondisinya makin baik, dia mulai mau ke psikiater. pacar kita ... boleh ngga sih chris, sehari aja gue sebut dia sebagai pacar gue?”
bibir lelaki itu tunjukkan senyum tipis. dadanya terasa sesak. hampir satu tahun kepergian chris, tapi alea belum juga bisa menerima fakta itu. ares teringat saat dimana alea hancur. ia menyaksikan itu semua, saat barang di apartemen gadisnya hampir habis dibanting, dirusak. saat itu baru 7 hari sepeninggal chris. sore yang kacau, ares ingat betul. alea berada di atap gedung apartemen mereka. tatapan gadis itu kosong bahkan saat melihat
Kata gelisah, sepertinya belum cukup untuk menjelaskan apa yang sedang kurasakan saat ini. Pikiranku diselimuti takut. Hatiku belum pernah merasa seragu ini. Satu fase yang paling kubenci saat menjalani sebuah hubungan, nyatanya malah datang terlalu cepat, membuatku semakin membenci diri sendiri karena tak bisa mencegahnya datang, pun melakukan sesuatu untuk menghilangkannya.
decakan yang keluar dari mulut perempuan disebelahnya membuat tidur abin terusik. matanya mengerjap, lalu melihat pada jam yang tergantung pada dinding di atas tv.
1.47 pagi.
“masih belum tidur? belum selesai nulisnya?” yang ditanya langsung melihat abin lalu menggelengkan kepalanya.
“dikit lagi, tapi stuck.”
pintu studio yang saat ini berisikan 4 nyawa terbuka. menampilkan seorang perempuan dengan tas jinjing berisi makanan. naya berjalan masuk, menyapa kawan kawannya dengan senyum.