Lyantares


Read more...


Read more...

tags: mature, nsfw, kissing, make out session, no sex scene.

Read more...


Read more...


Read more...

dua pasang kaki terlihat masih terus berlarian mengitari taman sekolah. kedua anak itu —nino dan niyo— sedang menunggu jemputan pengasuh mereka yang tak kunjung datang. niyo mulai kelelahan. ia memanggil kawan seumurannya untuk berhenti berlari dan duduk beristirahat di bawah pohon.

Read more...

tags: nsfw, mature, kissing, fingering, nipple plays, etc.

sapaan mentari datang dari sela sela gorden jendela kamar abin. lelaki itu tersenyum mengingat sekarang adalah hari kelahirannya.

senyumnya kian mengembang saat dengar dengkuran halus dari perempuan yang sekarang ada dalam dekapannya.

tangannya semakin maju, mempererat pelukan pada gadisnya yang masih pulas. bibirnya pun terus terusan mencium pucuk kepala naya seraya merapalkan kalimat sayang.

“bin, sesek,” lirih naya dengan suara serak khas orang bangun tidur.

sorry.”

dahi naya mengkerut dengan matanya yang masih terpejam membuat pacarnya itu terkekeh. “apaan dah. kok, lo lucu banget sih.” ujarnya sembari mencubit pipi kekasihnya.

“lepasin, bin! sakit.” ringisan yang keluar dari mulut gadis itu tak membuat abin langsung menjauhkan tangannya.

“kalo gue gamau?” lelaki itu menangkat sebelah alisnya.

“gak akan gue kasih kado.” satu ancaman dari gadisnya kini berhasil membuat cubitannya terlepas.

“maksudnya jam tangan yang lo kasih semalem mau diambil lagi, gitu?”

gelengan dari perempuan yang masih dalam peluknya semakin buat lelaki itu kebingungan. “trus, apa?”

“gue punya satu hadiah lagi buat lo.” ia beranjak dari kasur, berjalan ke arah meja tempat ia menaruh tasnya.

sementara abin yang masih di kasur menopang kepalanya dengan tangan kiri dengan pandangan yang tak pernah lepas dari gadisnya. secara tak sadar abin tersnyum. tubuh mungil kesayangannya terlihat amat menggemaskan karena tenggelam dalam kaos kebesaran miliknya.

rambutnya yang sedikit berantakan juga celana pendeknya yang nyaris tak terlihat karena tertutup atasan. semua itu cukup untuk membuat pikiran abin melayang entah kemana.

“heh, kok bengong?” teguran dari naya yang kini sudah duduk disebelahnya membuat lelaki itu meneguk ludahnya sendiri. ia buru buru menghapus pikirannya.

“nggak kok., jawab pria itu seadanya.

okay ..... nih.” sebuah kotak biru kecil naya taruh di atas paha kekasihnya yang masih tertutup selimut.

respon pertama yang keluar dari mulut abin adalah, “lo mau ngelamar gue?”

“gak lah! udah sih buka aja.” pandangannya ia alihkan dari abin saat lelaki itu mulai meraih kotak pemberiannya.

dengan tidak sabar ia buka kotak itu. dan ... sial.

lelaki itu menatap lamat lamat perempuan disebelahnya yang masih menghindari tatapannya itu tanpa mengatakan satu kata pun. sia sia, pikir lelaki itu. ia bersusah payah membuang semua pikiran kotornya, tapi sia sia. tebak, apa yang ada dalam kotak itu?

kondom.

“naya,” panggil abin, tangan kanannya meraih wajah kekasihnya untuk ditangkup.

“liat gue. maksud lo apa?”

naya tak berniat menjawab pertanyaan dari pacarnya dengan kata. ditatapnya sebentar kekasihnya itu. kemudian ia memajukan wajahnya, membiarkan bibir keduanya bertemu. dilumat lembut bibir abin dengan mata terpejamnya.

tak mau kalah, si lelaki leo pun membalas lumatan kekasihnya. tangannya yang semula di wajah naya sudah turun. menyelusup ke dalam baju lawan mainnya, tidak lupa mengusap halus punggungnya.

tanpa sadar, sekarang posisi naya sudah terbaring di bawah abin. merasa gadisnya sudah mulai kekurangan oksigen, ia melepaskan penyatuan mereka.

“nay, yakin?” tanyanya dengan tatapan serius. ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak melakukan hal lebih tanpa concent dari pacarnya.

“yakin,” jawab gadisnya pasti.

kini ibu jarinya mengusap bibir bagian bawah milik lelakinya. ia mengangkat naik sebelah ujung bibirnya seraya berkata, “show me another game that you mentioned last week.

i've been planned to give you the most priceless gift today.

dengan sigap abin menangkap pergelangan tangan gadisnya yang saat ini mulai turun ke lehernya. dengan tangan kirinya ia tahan kedua tangan naya diatas kepalanya.

naya lantas mendongakkan kepalanya keatas, seakan beri jalan kekasihnya yang saat ini memberi tanda pada lehernya. sesapan kuat yang ia beri pada ceruk leher gadisnya berhasil menyisakan tanda keunguan yang tak bisa hilang dalam sehari.

suhu kamar terasa kian panas. apalagi saat tangan lincah lelaki kelahiran bulan agustus itu menarik turun celana pendek gadisnya, lantas membuangnya entah kemana.

netra abin tak pernah melewatkan satu ekspresi yang ditunjukkan oleh wajah gadisnya. seperti saat ini, pria itu menghentikan seluruh kegiatannya pada tubuh naya. mengamati pacarnya yang sedang terengah, bersusah payah mengatur nafasnya.

“kok ... berhenti?” satu pertanyaan gadis itu lontarkan saat menyadari abin kini hanya memandanginya tanpa melakukan apapun lagi.

“lo mau gue ngapain?”

yang ditanya tak menjawab, tapi matanya jelas menunjukkan ia ingin lebih dari ini. ia mau disentuh lebih, diberi tanda lagi. naya mau dibuat lebih kacau dari ini.

“jawab,” titah lelaki itu.

saat lawannya tetap tak bergeming, ia membawa tangan kanannya turun mengusap lembut kemaluan gadisnya dari luar celana dalam.

“nghh ... bin.” naya sontak merapatkan kakinya saat menemukan tangan abin yang semakin intens mempermainkan titik sensitifnya.

“baru dari luar, nay. udah berisik banget. inget siapa yang mulai semua ini.” gadisnya mengangguk lemah dengan mata yang masih terpejam.

“sekarang, lo mau diapain lagi?”

matanya kembali ia buka. mereka saling bertatapan barang berapa detik. setelah perempuan itu mengumpulkan nyalinya, ia bawa tangan abin. lalu menempelkan tangan lelakinya pada dadanya.

“a-aku mau direm- ahh.” belum selesai dengan permintaannya tangan nakal yang sudah ada di atasnya meremasnya perlahan.

“gini? suka dimainin kayak gini?” tangannya semakin gencar memberikan remasan pada payudara kiri gadisnya.

sementara naya yang dihujani kenikmatan terus meloloskan desahan dari bibir mungilnya. “mau terus ahh, iya lagi bin ....”

“yang kanan ngghhh belum.”

pria itu beranjak bangun. membuka kaos lalu membuangnya ke sembarang arah. sekarang nasib kaosnya sama dengan celana pendek kekasihnya.

“gue boleh pegang tato lo?”

abin mengangguk. “sure, pegang sepuas lo.”

jemarinya menyusuri tanda di dada kekasihnya. sudah seminggu semenjak ia mengetahui inisial namanya terukir tepat diatas jantung abin. otak gadis itu tak pernah melewatkan satu hari tanpa membayangkan tangannya sendiri menyentuh tanda itu. dan pagi ini tepat di hari ulang tahun kekasihnya, keinginannya jadi kenyataan. dengan keadaan keduanya jauh dari kata rapih.

melihat kesayangannya masih asik bermain pada tubuhnya. ia perlahan menarik turun kain yang menutupi bagian bawahnya. gadisnya menggelinjang saat ia memasukkan satu jari tengahnya.

“bin .... ahh.” naya semakin bergerak gelisah kala lelaki yang ada diatasnya itu kembali menambahkan satu jarinya lagi untuk masuk.

“enak?”

ia mengangguk cepat. “enak bin, enak! mhh.”

erangan gadisnya semakin nyaring saat jari abin menemukan sweet spotnya. “gila, bin. gila ... shh.”

“kenapa, sayang?”

“jari gue, ahh ngga pernah sampe situ.”

mendengarnya membuat pria itu berdecih. semakin menekan titik sensitif gadisnya. “jadi lo suka main pake jari lo sendiri?”

“mmh ... hmm, beberapa kali-” ia belum selesai dengan jawabannya, tapi abin langsung membungkam kembali bibir gadisnya dengan ciuman.

“gue baru tau kalau cewek gue senakal ini.” naya bergidik mendengar bisikan lelaki itu pada telinganya.

“bin ... tambah lagi mmh, jarinya ... lagi.”

melihat pacarnya begitu frustrasi abin langsung menuruti permintaannya. sekarang tiga jari bergerak keluar masuk dengan cepat.

naya menaikkan pinggulnya. bergerak tak sabar, “mau ... gue mau bin ahh.”

dengan beberapa hentakan, punggung perempuan itu membusung menjemput putihnya.

semua jari ia keluarkan. membiarkan naya beristirahat sebentar sebelum memulai permainan mereka yang sebenarnya.

setelah dirasa cukup, abin membuka kaos yang sudah tak karuan bentuknya dari badan naya.

tubuh mungil pacarnya masih sensitif kembali menegang saat nipple kirinya bertemu dengan lidah abin. sementara yang sebelahnya dijepit di antara jari tengah dan telunjuk lelakinya.

pusing dan nikmat dicampur jadi satu. itu yang naya rasakan saat ini. tubuhnya melengkung ke atas kedua tangan yang terus menekan kepala abin yang kini masih bermain pada payudaranya.

cantik, lelaki itu bersumpah tidak ada yang bisa tandingi keindahan gadisnya saat ini. mulut yang tak pernah berhenti berteriak.

setelah puas bermain dengan dada gadisnya, ia bangkit. mengambil hadiah yang baru ia terima. memasang kondom pada bagian yang sudah berdiri di selatan tubuhnya.

kembali mendekati naya yang kini menatapnya dengan sayu. ia lantas mengelus bagian dalam paha pacarnya.

lagi, gadis itu hanya bisa menutup matanya. menikmati setiap rangsangan yang diberi oleh abin.

pria itu memposisikan miliknya. ia membungkuk, terdiam sejenak pada ceruk leher gadisnya.

tell me if it's hurt.

milik abin masuk secara perlahan. keduanya melenguh panjang saat batang pria itu udah tertanam sempurna di dalam kekasihnya.

“shhh ... gerak bin.”

ia perlahan mulai bergerak naik turun. kekasihnya pun turut menggerakan pinggul miliknya berlawanan arah dengan abin.

saat satu tangan abin jadikan tumpuan untuk menahan bobot tubuhnya. satu yang lainnya ia gunakan untuk meremas kembali gundukan yang sekarang jadi favoritnya.

kepalanya ia benamkan diantara kedua dada kekasihnya. naya meremas rambut abin kala pacarnya menjilati tengah dadanya.

“ahh gila naya, lo enak banget ....”

abin semakin menghentakkan miliknya. “cantik, cantik, cantik banget lo di bawah gue.”

“nghh cepet lagi bin ... cepetin lagi ....”

“ini aahh kurang hhh.”

merasa tertantang, gerakannya ia percepat. hentakannya diperdalam. tangannya turun, semakin turun menyentuh lembut klitoris wanitanya.

“anghhh fuck, bin. stop touching that.

too much mhhh ...”

tak mau menurut, abin semakin gencar memainkan clit gadisnya. perlakuan kurang ajar dari pacarnya membuat kepala naya semakin terlonjak ke belakang.

gerak pinggulnya semakin tak beraturan. otaknya tak lagi bisa berfikir jernih. satu tujuannya saat ini adalah untuk kembali menjemput pelepasannya.

“g-gue ... mau nghh keluarrr ....”

tubuhnya membusung untuk kesekian kali. tangannya meremat kuat sprei kasur kamar kekasihnya. abin semakin gencar. saat ini perut naya seperti akan meledakkan sesuatu.

“bareng, sayang shh ... tunggu.”

beberapa dorongan dan, “AAHHH ....”

happy birthday, bin.

keduanya keluar pada waktu yang hampir bersamaan. kini abin memeluk erat kekasihnya tanpa melepaskan penyatuan mereka.

i love you, nay.”

perempuan itu mengusap gemas surai abin. “hm, too.”

“bin ....”

“iya?”

“keluarin dulu, ganjel.” abin hanya terkekeh, lalu mengeluarkan miliknya dengan hati hati. ditariknya selimut sampai menutupi badan mereka.

tangannya bergerak menangkup pipi naya, mengusapnya dengan ibu jari. wajahnya menunjukkan guratan senyum saat pandangan keduanya bertemu.

“makasih ya hadiahnya.” naya hanya menyahutinya dengan dehaman, energinya habis.

“boleh minta lagi ga?” tanya lelaki itu dengan suara yang sangat pelan yang langsung mengundang pukulan dari naya.

“gak! masih cape.”

“nanti maksud gue ....”

pacarnya ber 'oh' ria “ada syaratnya.”

“apa?”

i'll take the lead.

sure.


fin.

tags: make out session, kissing, mature, nsfw, games, no sex scene.


Read more...

kacamata setiap orang pasti berbeda, pun pendengaran mereka. apa yang mereka lihat dan dengar, itu juga yang akan mereka bicarakan. dari dulu sampai sekarang seperti itu, dan akan selalu begitu. it's okay, that's how the universe work.

tak jarang aku jadi topik perbincangan mereka. mereka orang orang yang hanya melihat dari sisi luar tapi berlaga tahu seisi hidup dan masalah yang aku hadapi. padahal, beberapa dari mereka belum pernah bertegur sapa denganku.

lucu sekali,

kehidupan.

persis seperti sekarang, saat aku sedang menunggu kedatangan chris, ada dua orang tak jauh dari hadapanku sedang asik dengan obrolan mereka dengan aku yang jadi topik utamanya. ucapanku sekarang ini bukan tuduhan tak berdasar. entah karena telingaku yang terlalu peka atau karena suara mereka cukup lantang untuk terdengar dalam radius 4 meter.

itu pacarnya kak chris kahim arsitektur, kan?

cantik sih, tapi ini kak chris loh!

dia beruntung banget ya...

kalimat seperti itu biasanya akan kuabaikan. tapi kalau dipikir pikir, mereka pasti punya alasan. aku tak tahu apa pastinya, mungkin salah satunya karena kesempurnaan chris dari sudut pandang mereka.

baiklah, sebut saja aku beruntung karena miliki sebagai pacarku. tapi apa bayu merasakan yang sama? punya rasa beruntung karena aku pacarnya. dan apakah orang orang di luar sana pernah barang sedetik berpikir bahwa chris juga beruntung punya aku di sisinya?

setiap kali aku mengangkat hal ini dalam pembicaraan kami, respon chris hanya tersenyum dan pada sekon berikutnya membawaku pada pelukan hangatnya. selalu seperti itu, seraya berkata, 'semua hal dan pertanyaan itu, cuma lahir dari pikiran negatif kamu. cukup pikirin hal hal yang baik dan menyenangkan aja, lya. terus terusan kayak gini cuma bikin kamu sakit.'

padahal semua itu berasal bukan dari pikiranku. semua itu dari omongan orang lain. tentangku, tentang chris. tentang kami berdua.


mentari kian turun, semburat jingga kemerahan mulai terlukis. kanvas yang semula biru cerah dengan beberapa awan putih menggantung kini telah sepenuhnya bertransformasi menjadi sebuah lukisan tanpa ujung favoritku, senja.

sudah sekitar 45 menit aku menunggu chris tapi raganya sama sekali belum terlihat. sentuhan angin yang berhembus kencang semakin terasa di permukaan kulitku. dingin.

aku meringis saat mendengar gemuruh yang berasal dari perutku sendiri. perih, siang tadi aku tak sempat mengisinya dengan makanan. kukira menahannya sebentar agar bisa makan bersama dengan chris takkan jadi masalah besar.

harus berapa lama lagi aku menunggu chris? telpon tak diangkat, pesanku yang menanyakan keberadaannya pun tak kunjung dijawab. chris memang lumayan sering datang lewat dari jam yang ia janjikan, aku sudah tak heran tentang itu.

padahal, di kalangan teman jurusannya ia dijuliki manusia paling disiplin dan bertanggung jawab. karena itu pula chris dipercaya untuk menjadi ketua himpunan jurusannya sekarang. chris selalu tepat waktu untuk orang lain. tapi, tidak untukku. mungkin ia lupa aku juga manusia yang memiliki limit kesabaran.

“alya!”

panjang umur, ucapku dalam hati saat menemukan chris berlari kecil ke arahku. senyumku merekah, dengan tangan yang melambai padanya.

sorry, you must be mad at me.” sesalnya.

maaf, lagi ...

aku menghela nafas, kemudian membawa tangan bayu untuk aku genggam. terdiam beberapa saat –menatap chris.

why do i have to be mad?

“aku jarang ketemu kamu, chris. dan aku jadi ngga punya banyak waktu buat ngobrol sama kamu. jadi, masa pas ada kesempatan aku malah marah. nanti waktunya malah abis buat ngambek nyesel deh aku.”

ia menatapku haru. kembali mengembangkan senyumnya kemudian berkata, “kamu emang pacar paling pengertian sedunia, hehe.”

“tapi tetep aja, al. aku harus ngapain buat nebus keterlambatanku hari ini?”

kami sudah berjalan ke arah parkiran dengan tangan yang saling bertautan. aku berfikir sejenak sebelum menjawab tanyanya.

how about, cuddles all night long?

deal! kamu jadi nginep di tempatku kan ya?”

“jadi dong! nanti aku pinjem hoodie kamu ya, chris.” seruku antusias. chris cekikikan lalu mengacak ngacak rambutku.

anything for you, princess.


mobil melaju dalam kendali chris. hari mulai gelap, rasa lapar yang dari tadi kutahan sekarang berubah menjadi nyeri pada ulu hati. maagku kambuh, lagi.

“kita makan di tempatku aja ya? aku mau masakin sesuatu buat kamu, hehe.”

aku sontak menengok pada lelaki di kursi pengemudi. “it's up yo you. aku ikut aja. tapi, jangan mie instan ya.”

ia mengangguk sumringah. tanpa sadar senyumku mengembang, pandanganku tak lepas dari chris.

penuh.

dadaku terasa penuh dengan bunga bunga bermekaran. hangat senyum dan binar bahagia dari matanya hilangkan pikiran buruk yang mengganggu kepalaku sejak sore tadi.

berhasil kulupakan sejenak rentetan kalimat dari orang di luar sana tentang kami. karena saat ini, aku kembali dibuat jatuh cinta pada pria pemegang kemudi yang senyumnya tak pernah pudar saat bersamaku.

jika boleh egois, akan kusembunyikan garis lengkung pada bibirnya dari dunia. menyimpannya hanya untukku.

genggaman chris pada tanganku buyarkan paragraf pujian untuk senyumnya yang baru kurangkai dalam pikiranku.

tanpa mengurangi fokusnya pada jalanan ia bergerak menautkan jemari kami. ranumnya mulai mengeluarkan dehaman mengikuti nada pada lagu yang terputar di radio.

tak ada kata yang keluar dari mulut chris. kini telah kualihkan netraku pada gemerlap cahaya lampu di sepanjang jalan. senyumku merekah saat menyadari lagu yang kini menggema pada mobil adalah salah satu favoritku.

lagu yellow dari coldplay.

you know i love you so.~” sekarang chris turut menyanyikan penggalan liriknya seraya mengelus punggung tanganku dengan ibu jarinya.

“dari lagu yang panjangnya 4 menit, kenapa part itu yang kamu nyanyiin ....”

ia terkekeh. wajahnya menengok padaku. “because i love you so.

pada menit menit selanjutnya hanya diisi oleh nyanyian kami berdua. karena kami memang sama sama pecinta musik.

setelah beberapa lagu terputar, kami pun sampai pada sebuah gedung tempat tinggal chris. lebih sederhana dari apartemen, namun lebih mewah daripada rumah susun bangunan pemerintah. intinya cukup nyaman untuk ukuran mahasiswa sibuk seperti chris yang lebih banyak menghabiskan waktunya di kampus daripada berbaring nyaman di pojok kamar.

tujuan akhir kami yaitu kamar chris terletak di lantai dua. dengan genggaman yang tak ia biarkan terlepas kami menaiki satu persatu anak tangga hingga akhirnya sampai di depan pintu yang minimal satu minggu sekali kumasuki.

selesai membuka kunci, chris mempersilahkan aku untuk masuk. seperti biasa, rapih. hanya saja ada satu kaosnya yang tergeletak di lantai, entah karena kotor atau mungkin juga pacarku terlalu buru buru berangkat pagi ini.

masih asyik mengamati setiap detail ruangan tempat bayu beristirahat, punggungku ditepuk dari belakang oleh siapa lagi kalau bukan si pemilik kamar yang izin untuk meninggalkanku sebentar karena hendak membersihkan dirinya yang hanya kubalas anggukan.

sembari menunggu pacarku itu selesai mandi, aku memutuskan untuk membenahi beberapa barang milik bayu yang bukan pada tempatnya. tak biasanya kamar ini terlihat berantakan.

“hey, padahal biar aku aja yang beresin.” ujarnya saat keluar dari kamar mandi.

“sedikit kok ini, chris. gantian ya aku yang mandi.”

ia mengangguk lalu mendekati lemarinya dan mengambilkan hoodie yang akan ia pinjamkan padaku. aku bukan lah tipe orang yang membutuhkan waktu lama di kamar mandi jadi setelah sekitar 5 menit aku keluar dengan setelan lengkap milik chris.

come here. aku udah masakin nasgor.” ajakannya membawa langkahku mendekat ke tempatnya berada.

“kamu masak cepet banget deh, perasaan aku tadi di kamar mandi sebentar.”

“ya itu, karena aku tau pasti kamu gak lama di kamar mandi, makanya aku masaknya cepet.”

“dasar, yaudah ayo makan.”


setelah selesai dengan urusan mencuri piring, kulihat lelakiku sedang bersandar pada tembok sisi kasurnya menggunakan kaos putih dan celana pendeknya itu. aku medudukan diriku disebelahnya. chris membawaku dalam rangkulannya lalu kulingkarkan tangan untuk memeluknya.

you're too quite, what's wrong?” tanyanya seraya mengecup puncak kepalakum

“ada pikiran...”

i always here to listen, al.”

akhirnya malam ini aku tumpahkan semua pikiranku tentang dia, tentang kami. chris tidak sama sekali memotong pembicaraanku. ia diam seraya terus mengeratkan pelukannya, menenangkanku.

“maaf kamu harus denger semua itu, al. maaf juga nggak bisa selalu ada buat kamu saat kamu butuh aku.” ucapnya setelah mendengar semua unek unekku malam ini.

me too. i'm sorry, chris. aku sampai berpikiran buruk juga tentang kamu. tapi aku juga punya batas sabar ... karena yaaa sebel aja gitu.”

“mulai sekarang aku usahain buat nggak telat atau lupa sama janji kita lagi. kamu mau kan maafin aku?”

aku mengangguk. selanjutnya aku dan chris sama sama terdiam. menikmati kehangatan yang kami ciptakan sendiri dalam balutan selimut.

“aku pengen ke pantai deh. sama kamu, kita berdua.”

aku yang hampir terlelap dibuat tertawa oleh kalimat random dari chris. “makin malem kamu makin ngaco, chris.”

“serius. atau kemana aja deh ke tempat yang kamu suka.”

“nggak mau kemana mana kok. ngapain pergi jauh jauh kalau tempat favoritku di sini.”

chris kebingungan sampai melepas pelukannya, “yang bener aja ... di kosan aku?”

“bukaaan,” elakku seraya memeluknya lagi.

right here, by your side, is my favorite place.

aku bisa merasakan detak jantungnya berpacu semakin cepat. membuatku mengulum bibir, menahan tawa.

“al, i think i like you a lot....”

i know, i like you too.” kepalaku terangkat untuk menatapnya. lalu dengan cepat menyambar ranum tebalnya untuk kukecup.

noooo ... that was too fast. ulangi lagi coba.”

“gak! ayo ah tidur aja.”

“hahaha ...okay. good night, precious.


@lyantares, 2021

Sepasang kaki kecil keluar dari laboratorium kampus, berjalan menyusuri lorong bersama beberapa teman sekelompoknya. Gadis itu merenyit kala melihat jam yang sudah menujukkan pukul tujuh lebih. Langit sudah kehilangan birunya, digantikan gelap yang dihiasi cahaya rembulan juga beberapa bintang yang terlihat malam ini.

Ia teringat sudah membuat janji dengan Biru untuk bertemu di warkop belakang kampus. Tanpa pikir panjang Aluna berlari ke arah pintu belakang sembari merapalkan beberapa doa agar ia tak kena semprot dari temannya itu.

Nafas gadis itu masih terengah ketika netranya menangkap sosok Biru yang sedang duduk seraya menyesap kopi di tangannya. Ia buru buru menghampiri Biru sebelum lelaki itu kembali memesan kopi gelas ketiga. Aluna tau, karena di depan Biru ada dua gelas, yang satu kosong sedangkan satunya tersisa sedikit cairan hitam pekat kesukaan sahabatnya itu.

Kini gadis itu sudah duduk di kursi sebelah Biru, sembari menormalkan kembali nafasnya. Lelaki yang menyadari eksistensi gadis itu langsung menyodorkan botol air mineral yang sisa setengah yang sebelumnya sudah dibuka penutupnya, seakan mengerti bahwa kawannya butuh air untuk menuntaskan rasa dahaganya.

Ia melirik jam ditangannya, kemudian melambaikan tangan untuk memanggil karyawan warkop yang sudah menjadi langganannya selama dua tahun terakhir. Tak lama, pria dengan perawakan lebih tinggi dari Biru dengan rambut yang dikuncir menghampirinya.

“Gimana mas Biru?” Tanya lelaki yang kerap disapa Kiki.

“Ki, beliin sate lontong yang di depan dua porsi. Tambah nasi pecel lele satu, sambelnya jangan terlalu pedes.” Titah Biru sembari memberikan dua lembar uang lima puluh ribuan.

“Enggak ada tambahan?” Biru melirik perempuan di sebelahnya sekilas, kemudian menggeleng.

Kiki melangkah keluar untuk membeli pesanan Biru. Meninggalkan mereka berdua dan beberapa pengunjung warkop malam ini.

“Maaf ya telat. Gue baru kelar di lab.” tubuhnya ia arahkan pada lelaki dengan hoodie hitam di sebelahnya. kini mereka berhadapan.

Kiki datang sebelum Biru sempat membalas kalimat gadis itu. Menaruh makanan untuk keduanya di meja.

“Buset, banyak amat.”

Biru memutar bola matanya. “Lo pasti belum makan dari siang.”

Gadis itu hanya cengengesan. “Hehe, tau aja.”

“Buruan dimakan, abis ini gue mau ajak lo pergi.”

“Kemana?”

“Liat aja nanti.”

Aluna berdecih, “Sok misterius banget.” Biru hanya menggeleng mendengar tutur gadis itu. udah biasa, batinnya.

Selesai dengan urusan perut, mereka bergegas menuju tempat dimana mobil Biru terparkir. Jaraknya agak jauh dari warkop tempat mereka makan karena parkirannya tak cukup luas untuk menampung mobil lelaki itu.

“Tumben bawa mobil, mau kemana sih? Biasanya juga naik motor.”

Lelaki itu memilih diam seraya membukakan pintu untuk Aluna lalu mempersilahkan gadis itu masuk.

“Kita mau ke puncak. Dingin, jadi gue bawa mobil.”

Gadis itu membelalak. “Kok gak bilang dulu?!”

“Kalo bilang lo gak mau ikut pasti. Udah sekarang duduk manis, pake safety belt, play spotify. Kalo mau cemilan ada di jok tengah.”