by your side.

kacamata setiap orang pasti berbeda, pun pendengaran mereka. apa yang mereka lihat dan dengar, itu juga yang akan mereka bicarakan. dari dulu sampai sekarang seperti itu, dan akan selalu begitu. it's okay, that's how the universe work.

tak jarang aku jadi topik perbincangan mereka. mereka orang orang yang hanya melihat dari sisi luar tapi berlaga tahu seisi hidup dan masalah yang aku hadapi. padahal, beberapa dari mereka belum pernah bertegur sapa denganku.

lucu sekali,

kehidupan.

persis seperti sekarang, saat aku sedang menunggu kedatangan chris, ada dua orang tak jauh dari hadapanku sedang asik dengan obrolan mereka dengan aku yang jadi topik utamanya. ucapanku sekarang ini bukan tuduhan tak berdasar. entah karena telingaku yang terlalu peka atau karena suara mereka cukup lantang untuk terdengar dalam radius 4 meter.

itu pacarnya kak chris kahim arsitektur, kan?

cantik sih, tapi ini kak chris loh!

dia beruntung banget ya...

kalimat seperti itu biasanya akan kuabaikan. tapi kalau dipikir pikir, mereka pasti punya alasan. aku tak tahu apa pastinya, mungkin salah satunya karena kesempurnaan chris dari sudut pandang mereka.

baiklah, sebut saja aku beruntung karena miliki sebagai pacarku. tapi apa bayu merasakan yang sama? punya rasa beruntung karena aku pacarnya. dan apakah orang orang di luar sana pernah barang sedetik berpikir bahwa chris juga beruntung punya aku di sisinya?

setiap kali aku mengangkat hal ini dalam pembicaraan kami, respon chris hanya tersenyum dan pada sekon berikutnya membawaku pada pelukan hangatnya. selalu seperti itu, seraya berkata, 'semua hal dan pertanyaan itu, cuma lahir dari pikiran negatif kamu. cukup pikirin hal hal yang baik dan menyenangkan aja, lya. terus terusan kayak gini cuma bikin kamu sakit.'

padahal semua itu berasal bukan dari pikiranku. semua itu dari omongan orang lain. tentangku, tentang chris. tentang kami berdua.


mentari kian turun, semburat jingga kemerahan mulai terlukis. kanvas yang semula biru cerah dengan beberapa awan putih menggantung kini telah sepenuhnya bertransformasi menjadi sebuah lukisan tanpa ujung favoritku, senja.

sudah sekitar 45 menit aku menunggu chris tapi raganya sama sekali belum terlihat. sentuhan angin yang berhembus kencang semakin terasa di permukaan kulitku. dingin.

aku meringis saat mendengar gemuruh yang berasal dari perutku sendiri. perih, siang tadi aku tak sempat mengisinya dengan makanan. kukira menahannya sebentar agar bisa makan bersama dengan chris takkan jadi masalah besar.

harus berapa lama lagi aku menunggu chris? telpon tak diangkat, pesanku yang menanyakan keberadaannya pun tak kunjung dijawab. chris memang lumayan sering datang lewat dari jam yang ia janjikan, aku sudah tak heran tentang itu.

padahal, di kalangan teman jurusannya ia dijuliki manusia paling disiplin dan bertanggung jawab. karena itu pula chris dipercaya untuk menjadi ketua himpunan jurusannya sekarang. chris selalu tepat waktu untuk orang lain. tapi, tidak untukku. mungkin ia lupa aku juga manusia yang memiliki limit kesabaran.

“alya!”

panjang umur, ucapku dalam hati saat menemukan chris berlari kecil ke arahku. senyumku merekah, dengan tangan yang melambai padanya.

sorry, you must be mad at me.” sesalnya.

maaf, lagi ...

aku menghela nafas, kemudian membawa tangan bayu untuk aku genggam. terdiam beberapa saat –menatap chris.

why do i have to be mad?

“aku jarang ketemu kamu, chris. dan aku jadi ngga punya banyak waktu buat ngobrol sama kamu. jadi, masa pas ada kesempatan aku malah marah. nanti waktunya malah abis buat ngambek nyesel deh aku.”

ia menatapku haru. kembali mengembangkan senyumnya kemudian berkata, “kamu emang pacar paling pengertian sedunia, hehe.”

“tapi tetep aja, al. aku harus ngapain buat nebus keterlambatanku hari ini?”

kami sudah berjalan ke arah parkiran dengan tangan yang saling bertautan. aku berfikir sejenak sebelum menjawab tanyanya.

how about, cuddles all night long?

deal! kamu jadi nginep di tempatku kan ya?”

“jadi dong! nanti aku pinjem hoodie kamu ya, chris.” seruku antusias. chris cekikikan lalu mengacak ngacak rambutku.

anything for you, princess.


mobil melaju dalam kendali chris. hari mulai gelap, rasa lapar yang dari tadi kutahan sekarang berubah menjadi nyeri pada ulu hati. maagku kambuh, lagi.

“kita makan di tempatku aja ya? aku mau masakin sesuatu buat kamu, hehe.”

aku sontak menengok pada lelaki di kursi pengemudi. “it's up yo you. aku ikut aja. tapi, jangan mie instan ya.”

ia mengangguk sumringah. tanpa sadar senyumku mengembang, pandanganku tak lepas dari chris.

penuh.

dadaku terasa penuh dengan bunga bunga bermekaran. hangat senyum dan binar bahagia dari matanya hilangkan pikiran buruk yang mengganggu kepalaku sejak sore tadi.

berhasil kulupakan sejenak rentetan kalimat dari orang di luar sana tentang kami. karena saat ini, aku kembali dibuat jatuh cinta pada pria pemegang kemudi yang senyumnya tak pernah pudar saat bersamaku.

jika boleh egois, akan kusembunyikan garis lengkung pada bibirnya dari dunia. menyimpannya hanya untukku.

genggaman chris pada tanganku buyarkan paragraf pujian untuk senyumnya yang baru kurangkai dalam pikiranku.

tanpa mengurangi fokusnya pada jalanan ia bergerak menautkan jemari kami. ranumnya mulai mengeluarkan dehaman mengikuti nada pada lagu yang terputar di radio.

tak ada kata yang keluar dari mulut chris. kini telah kualihkan netraku pada gemerlap cahaya lampu di sepanjang jalan. senyumku merekah saat menyadari lagu yang kini menggema pada mobil adalah salah satu favoritku.

lagu yellow dari coldplay.

you know i love you so.~” sekarang chris turut menyanyikan penggalan liriknya seraya mengelus punggung tanganku dengan ibu jarinya.

“dari lagu yang panjangnya 4 menit, kenapa part itu yang kamu nyanyiin ....”

ia terkekeh. wajahnya menengok padaku. “because i love you so.

pada menit menit selanjutnya hanya diisi oleh nyanyian kami berdua. karena kami memang sama sama pecinta musik.

setelah beberapa lagu terputar, kami pun sampai pada sebuah gedung tempat tinggal chris. lebih sederhana dari apartemen, namun lebih mewah daripada rumah susun bangunan pemerintah. intinya cukup nyaman untuk ukuran mahasiswa sibuk seperti chris yang lebih banyak menghabiskan waktunya di kampus daripada berbaring nyaman di pojok kamar.

tujuan akhir kami yaitu kamar chris terletak di lantai dua. dengan genggaman yang tak ia biarkan terlepas kami menaiki satu persatu anak tangga hingga akhirnya sampai di depan pintu yang minimal satu minggu sekali kumasuki.

selesai membuka kunci, chris mempersilahkan aku untuk masuk. seperti biasa, rapih. hanya saja ada satu kaosnya yang tergeletak di lantai, entah karena kotor atau mungkin juga pacarku terlalu buru buru berangkat pagi ini.

masih asyik mengamati setiap detail ruangan tempat bayu beristirahat, punggungku ditepuk dari belakang oleh siapa lagi kalau bukan si pemilik kamar yang izin untuk meninggalkanku sebentar karena hendak membersihkan dirinya yang hanya kubalas anggukan.

sembari menunggu pacarku itu selesai mandi, aku memutuskan untuk membenahi beberapa barang milik bayu yang bukan pada tempatnya. tak biasanya kamar ini terlihat berantakan.

“hey, padahal biar aku aja yang beresin.” ujarnya saat keluar dari kamar mandi.

“sedikit kok ini, chris. gantian ya aku yang mandi.”

ia mengangguk lalu mendekati lemarinya dan mengambilkan hoodie yang akan ia pinjamkan padaku. aku bukan lah tipe orang yang membutuhkan waktu lama di kamar mandi jadi setelah sekitar 5 menit aku keluar dengan setelan lengkap milik chris.

come here. aku udah masakin nasgor.” ajakannya membawa langkahku mendekat ke tempatnya berada.

“kamu masak cepet banget deh, perasaan aku tadi di kamar mandi sebentar.”

“ya itu, karena aku tau pasti kamu gak lama di kamar mandi, makanya aku masaknya cepet.”

“dasar, yaudah ayo makan.”


setelah selesai dengan urusan mencuri piring, kulihat lelakiku sedang bersandar pada tembok sisi kasurnya menggunakan kaos putih dan celana pendeknya itu. aku medudukan diriku disebelahnya. chris membawaku dalam rangkulannya lalu kulingkarkan tangan untuk memeluknya.

you're too quite, what's wrong?” tanyanya seraya mengecup puncak kepalakum

“ada pikiran...”

i always here to listen, al.”

akhirnya malam ini aku tumpahkan semua pikiranku tentang dia, tentang kami. chris tidak sama sekali memotong pembicaraanku. ia diam seraya terus mengeratkan pelukannya, menenangkanku.

“maaf kamu harus denger semua itu, al. maaf juga nggak bisa selalu ada buat kamu saat kamu butuh aku.” ucapnya setelah mendengar semua unek unekku malam ini.

me too. i'm sorry, chris. aku sampai berpikiran buruk juga tentang kamu. tapi aku juga punya batas sabar ... karena yaaa sebel aja gitu.”

“mulai sekarang aku usahain buat nggak telat atau lupa sama janji kita lagi. kamu mau kan maafin aku?”

aku mengangguk. selanjutnya aku dan chris sama sama terdiam. menikmati kehangatan yang kami ciptakan sendiri dalam balutan selimut.

“aku pengen ke pantai deh. sama kamu, kita berdua.”

aku yang hampir terlelap dibuat tertawa oleh kalimat random dari chris. “makin malem kamu makin ngaco, chris.”

“serius. atau kemana aja deh ke tempat yang kamu suka.”

“nggak mau kemana mana kok. ngapain pergi jauh jauh kalau tempat favoritku di sini.”

chris kebingungan sampai melepas pelukannya, “yang bener aja ... di kosan aku?”

“bukaaan,” elakku seraya memeluknya lagi.

right here, by your side, is my favorite place.

aku bisa merasakan detak jantungnya berpacu semakin cepat. membuatku mengulum bibir, menahan tawa.

“al, i think i like you a lot....”

i know, i like you too.” kepalaku terangkat untuk menatapnya. lalu dengan cepat menyambar ranum tebalnya untuk kukecup.

noooo ... that was too fast. ulangi lagi coba.”

“gak! ayo ah tidur aja.”

“hahaha ...okay. good night, precious.


@lyantares, 2021