semburat jingga pada langit sore ini menemani changbin dalam perjalanan pulangnya. pulang menuju rumahnya saat ini yaitu naya. raganya lelah karena tumpukan tugas dari atasannya yang sebelumnya belum selesai sudah ditambah lagi. apalagi siang tadi ia sempat kelepasan tertidur saking lelahnya yang tentu saja mengundang amarah atasannya itu.
changbin memaklumi hal itu karena belum genap tiga bulan ia bekerja di kantornya. walaupun tak jarang kesibukannya membuat naya khawatir. hidup changbin memang bisa dibilang berubah drastis saat papanya meninggal. siapa sangka kalau hidup seorang anak yang biasa hidup dengan ekonomi yang lumayan diatas orang kebanyakan itu berubah dalam sekejap karena papanya yang ternyata meninggalkan hutang yang cukup besar. asetnya habis dan tersisa hanya satu mobil lama dan rumah yang mamanya putuskan untuk menjualnya dan berpindah pada rumah yang lebih sederhana.
jadi selain kehilangan seorang papa, changbin juga kehilangan semuah kenyamanan dalam hidupnya dan harus tetap bertahan demi mamanya. semua ia saksikan dengan matanya sendiri sampai ia bingung ekspresi apa lagi yang harus ia keluarkan.
semua berlalu dengan cepat. hidup harus terus berjalan pikir changbin. adaptasi adalah satu satunya jalan yang harus ia tempuh. bekerja tak kenal lelah demi menghidupi mamanya dan menabung untuk membayar sewa. sungguh hidup yang tak pernah selintaspun terbayang dalam otaknya.
changbin berpikir ia beruntung karena saat semuanya terjadi, saat hidupnya begitu berubah naya tak pernah meninggalkannya. gadis itu selalu merengkuhnya dalam peluk hangatnya. membuat changbin bisa bernafas sebentar tanpa memikirkan tagihan apa lagi yang harus ia bayar esok hari.
kembali pada mimpinya siang ini. mimpi dimana naya pergi begitu jauh. changbin takut hal itu benar benar terjadi hingga ia memutuskan untuk berkunjung sebentar pada gadisnya selepas pulang dari kantor. changbin melaju dengan mobilnya ditemani lagu lagu yang terputar dari radio ponselnya dan langit indah yang jarang ia dapati keberadaannya.
lelaki itu berhenti sebentar di sebuah ruko yang sudah tak asing lagi baginya. toko boba favorit pacarnya selalu jadi tempat yang mereka tuju saat kehabisan ide untuk kencan. dan sesuai janjinya, changbin sekarang sedang membeli varian favoritnya sang pacar lalu kembali melaju menuju tujuan utamanya sore ini.
disinilah changbin berdiri. depan pintu kamar naya. tangannya terangkat untuk mengetuk pintu masuk menuju kamar pacarnya itu. tak lama, pintu terbuka tampilkan sosok yang changbin rindukan walaupun belum ada 24 jam terakhir mereka berpisah.
tanpa bersuara, changbin melangkah maju mendekati naya lalu merengkuh tubuh gadisnya itu.
“bin....”
“sebentar.”
tangan naya tak henti mengelus punggung lebar changbin. “duduk dulu ya? gue buatin minum.” kata naya saat merasakan pegal pada kakinya karena posisi mereka masih berdiri.
“ngga usah buatin minum, nanti gue ambil sendiri aja.”
gadisnya mengangguk, keduanya lalu duduk diatas kasur yang dibalut sprei biru. dan changbin kembali menarik naya dalam peluknya.
“capek banget ya?” tanya naya sembari menyisir rambut changbin dengan tangannya.
lelaki itu mengangguk dan berkata, “capek ...”
”... capek banget. sampai nggak bisa bedain mana mimpi, mana kenyataan.” lanjut changbin.
“emang tadi mimpi apa?”
“mimpi lo pergi. jauh. sampai nggak bisa lagi gue kejar.”
“untungnya lo masih disini, sama gue.”
jemarinya yang semula menyisir rambut changbin mendadak berhenti.
“what if it was real?“
“gimana kalo kita beneran putus dan bukan mimpi, bin?” naya kembali bertanya.
“kalo itu kenyataan ... gue mau hidup di mimpi kita bisa sama sama terus.”
perempuan yang berada dalam pelukannya itu meregang, menjauh dari tubuh changbin lalu menatapnya lamat lamat.
“bin, sadar. kita udah putus kemarin sore. bahkan lo yang suruh gue turun dari mobil lo.”
changbin mengusap wajahnya kasar. tak percaya kalimat yang barusan keluar dari mulut perempuan paling disayangnya itu.
“gak....” lirih changbin.
“ayo balikan, nay.” ajak lelaki itu seraya menarik kedua tangan naya.
“bin,”
“oh, kita nikah aja.” tegas changbin yang membuat naya menarik mundur tangan dari genggaman lelaki di hadapannya. semakin menjauh dari lelaki yang sekarang berstatus sebagai mantannya.
“lo gila.”
“kenapa nay? kenapa selingkuh dari gue?”