matahari yang tumbang.

pesan di pagi hari yang ku dapat dari hannah, adiknya bayu membuatku merasa bersalah. apa bayu sakit karena kepikiran ya aku diemin, ya tapi kan salah dia juga, terlalu baik sama temen.

bingung, aku kembali memandang langit kamarku susah untuk tidur lagi. waktu terasa lambat, terlebih rasa khawatir pada bayu membuat aku ingin segera menjenguknya. tapi apa boleh buat, sekarang jam masih menunjukkan angka 5, jelas tidak sopan untuk bertamu saat ini.

aku memutuskan untuk membenahi kamarku sebelum bersiap untuk menjenguk bayu. tak lama, karena sebenarnya kamarku masih rapih, hanya saja sisa kertas hvs dan buku yang berserakan itu membuatnya seperti kapal pecah.

matahari masih malu malu untuk muncul, tapi aku sudah rapih dan hendak memanaskan mobilku. sebelumnya aku telah mengirim pesan ke hannah untuk menanyakan kondisi bayu saat ini, dan ternyata bayu belum bangun juga. segera aku melaju menuju kediaman keluarga bayu.


kiranya ada setengah jam perjalanan, mobilku sudah terparkir depan rumah yang menurutku cukup mewah itu. aku lekas menekan bel yang berada di kiri pintu masuk bangunan tersebut.

ting nong!

pintu terbuka menampilkan sosok cantik berbalut dress putih, mama jess. dari penampilannya, sudah dipastikan sebentar lagi pasti akan berangkat ke gereja.

“lya, dateng juga akhirnya.” sapa mama seraya menarikku ke pelukannya,

“mama kangen tau, kamu jarang kesini sih. ayo masuk sayang.” ajak mama

“iya maa.” jawabku sambil terus mengekori mama masuk ke dalam rumah.

“hannah, tolong anter kak lya ke kamar abang yaa” titah mama kepada si anak tengah yang sudah ada di hadapanku.

“ayo kak, abang belum bangun tuh” kata hannah

“panas banget ya han?” tanyaku merujuk pada suhu tubuh bayu saat ini

“belum dicek lagi kak, pas habis jatuh sih gitu, sampe 41 derajat” jelas hannah. kemudian ia buka pintu kamar bayu,

“ini kak lya masuk aja, aku mau sarapan dulu ya kak. soalnya kita mau berangkat habis ini.”

“okay, aku masuk ya han”

“iya kak” jawabnya seraya berjalan meninggalkanku.


aku berjalan mendekati bayu kemudian duduk di ujung kasur pacarku itu,

“bay, bangun yuk” tanganku terulur untuk memegang keningnya, masih panas badannya..

“ya....lya.” panggilnya lirih, sunggu aku ngga tega lihat bayu sakit.

“bay, aku disini kok.”

setelah mendengar jawabanku, matanya perlahan terbuka. mata sendunya menatapku,

“maaf...” katanya pelan nyaris tak terdengar. aku menghela nafas, semakin merasa bersalah karena kemarin aku terlalu kekanak kanakan.

“iya, maafin aku juga ya bay, kamu jadi sakit gini.”

bayu bangun dari tidurnya, menyingkirkan selimut dan kemudian,

“mau peluk” pintanya manja dengan tangan yang terbuka lebar.

tentu saja keinginannya langsung ku kabulkan, karena sejatinya akupun sangat merindukan sosok yang sedang mendekapku saat ini.

“jangan sakit lagi ya, sunshine” ucapku dalam peluknya.

“ekhem, chris jangan jangan kamu cuma modus ya sakit begitu biar lya kesini.” suara berat milik papanya bayu membuatku buru buru melepaskan pelukan anaknya itu.

ternyata di pintu kamar lengkap sepasang orangtua bayu yang sedang menatap jahil pada kami berdua. kalau ditanya malu ya jelas, pipiku pun bersemu merah.

“lya, kita sekeluarga mau berangkat ibadah. biasanya bentar lagi ada tukang bubur lewat, buat makan chris beli bubur aja ya.” titah mama padaku,

“iya ma, nanti lya beli.”

“gamau, chris mau makan masakan lya aja. ngga usah beli bubur, ya?” protes bayu dengan nada yang sedikit, eum...manja?

“liat pa, anak kamu udah manja manja sama orang lain, ngga sama mama lagi.” kata mama, duh gimana ya, jadi ngga enak kan sama mama.

“biarin, dulu papa juga manja kan sama mama. nah, kita berangkat sekarang ya takut telat. hati hati dirumah ya lya. chris, awas kalo aneh aneh.” pesan penutup dari papa sebelum dirumah ini hanya tersisa kami berdua.

“masakin yaa? apa aja deh aku makan.” pinta bayu sambil menarik narik tanganku, ckckck kelakuannya ini udah kayak anak tk minta jajan.

“iya, yaudah bay kamu tunggu sini, aku mau masak dulu.” sedetik kemudian aku berjalan menjauh dari kasur bayu.

“sayang...” panggil bayu,

“kenapa lagi bay?” sahutku

“aku dimaafin kan?” tanyanya lagi. aku menarik bibirku keatas membentuk senyum,

“iya, sayang. dimaafin.”

mana bisa aku marah sama bayu lama lama kan :'