dua dekade jusuf
di taman siang ini terlihat sepasang anak manusia sedang duduk di bangku yang letaknya ada di pawah pohon beringin. tentu bukan tanpa sebab mereka, jusuf dan aulia ada disana. terik matahari ditambah lagi otot kaki mereka yang perlu dimanja sejenak karena kegiatan mereka mengelilingi kampus yang luasnya tak bisa dibilang kecil itu cukup melelahkan. dan disini mereka sekarang, istirahat sejenak sebelum kembali ke sekretariat himpunan untuk rapat sore nanti.
“eh, suf. by the way katanya lo ulang tahun ya hari ini?” tanya aul pada lelaki disebelahnya.
jusuf mengangguk pertanda iya, bukannya irit bicara atau apa, tapi sekarang mulutnya masih terisi penuh oleh risoles danus yang dijajakan oleh mereka berdua sedari pagi. 5 buah tersisa, 3 untuk jusuf dan 2 lainnya untuk aulia. ya apa boleh buat selain dibeli oleh mereka sendiri karena kaki mereka terlalu lelah untuk berjalan lagi.
“happy birthday yaa. mau kado apa nih?” tanya aul lagi.
“gausah lah ngapain haha, kayak bocah aja.”
“gimana rasanya suf, udah hidup dua dekade?”
“biasa aja tau, maksudnya ya gitu gitu aja sih hidup gue. kadang bingung banget selama ini udah ngapain aja. gak kayak orang lain, keren.”
“udah?”
“apanya?” kali ini jusuf yang bertanya, heran.
“ngeluhnya, haha.” jusuf tersenyum kikuk. ia terlalu banyak bicara sore ini, tak seperti biasanya, terlebih lawan bicaranya adalah aul.
“gue terlalu banyak ngeluh ya? maaf hehe.”
“no, sama sekali gak banyak. gitu doang, lagian ngeluh wajar kali. masih manusia kan?” lagi, tatapan jahil gadis kelahiran bandung tersebut membuat senyum jusuf terangkat.
“suf, gue boleh ngomong ga?”
“lah, lo kan lagi ngomong.” candaan jusuf barusan mengundang cubitan aul di lengan kiri lelaki itu.
“aaaaa, sakit tau. yaudah, mau ngomong apaa?”
“hm, dengerin ya. lo itu keren suf. lo masih minum 8 gelas air putih sehari kan? nah, lo keren. lo tetep buang sampah di tempatnya kan? itu juga keren. lo ngerjain tugas tepat waktu, itu keren. bahkan, lo masih disini jualin risol buat danus, keren suf. dan lo gak sadar aja suf, tepat hari ini dua puluh tahun lalu lo udah berhasil merubah dunia.” kalimat terakhir dari aul mambuat dahi si lawan bicaranya mengerut, tak percaya apa yang barusan gadis itu ucapkan.
“hah? jangan ngaco deh, kan gue baru lahir waktu itu. gimana bisa?”
“iya, dunianya bunda.” jelas aul, jangan lupa ditambah cengiran manisnya yang membuat sebagian diri jusuf menghangat.
“dan sebagian kecil dunia gue juga.” ucap aul pelan dengan harap tak terdengar lelaki sebelahnya itu.
“lo barusan bilang apa?”
fin.